Lagi-lagi Malik mau tak mau harus berkendara menuju suatu kost-kostan wanita di daerah kampus nya, padahal hari ini ia hanya ingin bersantai dan menonton di dalam ruangan nya.
Abelva sialan O’Leary lah yang sekarang membuatnya keluar dari tempat ternyaman itu, tapi Malik pun tak bisa menolak karena jujur dalam lubuk hatinya ia sedikit rindu.
Sekitar 35 menit ia mengemudi akhirnya ia sampai di bangunan bertingkat yang tak terlalu jauh dari kampus nya, ia mengambil handphone nya lalu mencari contacts yang ingin ia hubungi.
“Drrrr” suara dering dari handphone yang ia simpan di atas meja berdering menandakan ada seseorang mencoba untuk menghubungi nya, contacts itu tertulis “My Boyfriend (soon)” yang artinya Malik sudah tiba.
Tak menjawab dulu, Abel malah menciptakan bising lagi dengan membuka pintu utama secara barbar. Bergerak begitu grasak-grusuk karena tak sabar ingin menyapa pemuda yang telah berdiri di depan pagar kost nya.
Anehnya ketika hampir berada di halaman rumah, tungkai jenjang Abel malah berhenti. Telapak tangannya mendarat di dada, merasakan cepatnya degup jantung di dalam sana.
Ini pasti karena gua lari-larian, pikiranya. Padahal semesta juga tahu, ia deg-degan karena akan bertemu Malik setelah perbincangan tadi di chat tadi.
Abelva itu cupu kalau bertemu langsung.
Maksud hati memberi kekuatan pada diri sendiri, Abel lantas memukul-mukul dadanya. Ia meloncat-loncat, sembari menghela napas berulang kali.
Huh-hah-huh-hah! Cuma Malik, Bel. Lo pasti bisa! Lo pasti kuat!
Abel lupa kalau pagarnya punya sela yang bisa diintip orang di luar sana. Dan tentu saja, Malik diam-diam terkikik geli menyaksikan tingkah Abel.
“Halo," sapa Malik sesaat pintu pagar akhirnya terkuak, menampilkan Dewa dengan wajah (sok) datar.
“Sorry lama, tadi lagi di kamar mandi, Lik.” Dusta Abel sambil cengengesan dan tangan nya yang menggaruk rambut yang tak gatal.
Malik mengangguk saja kala mendengar dusta itu. Sambil menyembunyikan senyumannya, tentu saja. Tak mau Abel tahu dan menjadi malu.
Pemuda berkaus putih itu lalu membuntuti Abel. Berjalan di belakang badan proporsionalnya seraya menikmati langkah demi langkah membawa diri ke dalam sebuah bangunan yang sangat asing baginya.
“Emang gapapa?” Tanya Malik di tengah-tengah membututi Abel yang berjalan maju.
“Apanya” Tanya Abel sedikit bingung karena pertanyaan yang tak punya konteks itu.
“Ya bawa cowo ke kost lo” Jelas Malik, Kali ini langkah Abel terhenti yang membuat Malik terkejut dan hampir menubruk Abel jika saja refleks nya tidak cepat.
“Ya gapapa, lo duduk aja dulu gua mau buatin kopi.”
Menurut Malik kini mendudukkan pantat nya pada benda yang bertekstur empuk itu, ia melihat-lihat sekeliling.
Jika di amati kamar kost milik Abel tidaklah terlalu sempit bahkan bisa di bilang ini sangat amat cukup untuk dirinya yang tinggal sendirian, apa lagi tema di ruangan ini. Malik sangat suka dinding yang berwarna abu dan putih, membuat suasana tenang. Apa lagi wangi dari ruangan ini, jika Malik menebak mungkin kah ini Vanilla?
Tak cukup lama Abel telah kembali, ia membawa 2 cangkir berisi kopi, ia hidangkan di hadapan Malik.
Tak ingin basa-basi Malik langsung merogoh kantong celananya seperti mencari sesuatu, lalu ia berikan barang tersebut kepada Abel.
Abel yang melihat benda apa itu langsung mengambil nya, lalu ia berterimakasih kepada Malik.
Kini Malik berpamitan pulang pada sang pemilik kost. Sebenernya ia tidak ingin pulang namun apa kata orang nanti, ia tidak ingin menimbulkan masalah.
“Malik” yang di panggil pun menoleh pada sang empu, memeriksa apa ada yang ketinggalan sehingga ia di panggil lagi.
Perempuan yang di depannya ini langsung meraih tangan Malik dan memberikan keychain yang baru saja di kembalikannya.
Malik sedikit bingung ia menaikan satu alisnya seperti bertanya-tanya mengapa di kembalikan lagi kepadanya?
“Ambil aja, jadi kita couple.”
“Terus kenapa lo minta gua balikin ke lo?” Yang di tanya hanya cengengesan sambil mengalihkan pandangan nya.
“Mau aja.” Satu kalimat yang membuat Malik hampir ngamuk, untungnya ia ingat yang di depannya ini sang adik tingkat.
Tanpa persetujuan tangan Malik langsung menggusak surai coklat Abel, ia tidak bisa marah jadi ia hanya menggusak rambutnya sebagai tanda protes.
“Jangan gitu, yang lo acak rambut gua tapi yang berantakan hati gua kak!” protes Abel, karena jujur sekarang degup hatinya tak karuan.
Malik hanya tertawa mendengar itu, lantas ia menyimpan keychain pemberian ‘Adik tingkat’ itu di kantong nya lagi.
“Lain kali kalo kangen bilang, bel. Bukan nya sengaja ninggalin barang” sindir Malik, pasalnya Malik tau modus Abelva ini.
Abel hanya mengendus sebagai jawaban, tanpa perkiraan satu kecupan datang di pipi kanan nya. Ya Malik mencium nya, sialan bagaimana ia bisa menyembunyikan pipi nya yang merah sekarang?
Malik yang melihat itu hanya terkekeh geli, lalu ia berpamitan pulang lagi.